Kamis, 17 Januari 2013

Tugas 4 Bahasa Indonesia

Nama   : Dessy Lestari
Npm    : 21210848
Kelas   : 3EB09

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1.    Devinisi
1.1.Devinisi PPH Pasal 22
Adalah Pajak yang dipungut berkenaan dengan kegiatan di bidang impor/ kegiatan usaha dibidang lain
Pajak yang dipungut atas penyerahan barang/ jasa, impor dan bidang usaha lain.

1.2.Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2008 adalah PPh yang dipungut oleh:
·         Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
·         Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
·         Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, adapun jenis barang yang tergolong sangat mewah adalah : a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah).
·         Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).
·         Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi).
·         Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi).
·         Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
·         Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud seperti di atas yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100 % (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2.      Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007, pemungut PPh pasal 22 adalah:
·         Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
·         Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
·         Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamnina, dan Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
·         Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
·         Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
·         Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

2.1.Objek Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut UU Perpajakan No 36 tahun 2008

Yang merupakan objek pemungutan PPh pasal 22 adalah :
·         Impor Barang.
·         Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Pemerintah daerah.
·         Pembayaran atas pembelian barang yng dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daearah yang dananya berasal dari dana APBN maupun APBD.
·         Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, indusri kertas, industri baja dan industri otomotif.
·         Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh pertamina dan badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.
·         Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul.

3.      Mekanisme pemungutan
·         PPH Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama wajib pajak yang dipungut (penjual).
·         PPH Pasal 22 tersebut harus disetor oleh pemungt pada hari yang sama saat pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama wajib pajak yang dipungut (penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh pemungutan yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak berakhir.

4.      Pemungutan PPh pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final.
 Pemungutan pajak bersifat final dalam PPh pasal 22 artinya bahwa pajak yang telah di bayar oleh Wajib Pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalan tersebut, tidak dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir suatu tahun pada saat pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan PPh.

4.1.Jenis pajak penghasilan yang pemungutannya bersifat final adalah:
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri rokok di dalam negeri.
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri baja.
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain yang sejenis kepada penyalur/agen.
4.2. Jenis pajak penghasilan yang pemungutannya bersifat tidak final adalah:
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamin atau badan usaha lain yang sejenis kepada pembeli lainnya (pabrikan)
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil industri semen.
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil industri kertas.
·         PPh pasal 22 atas penyerahan hasil otomotif.
·         PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan dana dari Anggaran Pengeluaran Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD).
·         PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha tertenti seperti BI (Bank Indonesia), BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, dan bank-bank BUMN yang melakuka pembelian barang yang dananya bersumber baik dar APBN maupun non-APBN.
·         PPh pasal 22 atas import barang.
·         PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan atau ekspor hasil industri oleh eksportir industri perkebunan, perhutanan, pertanian, dan perikanan.



5.      Teori Pemungutan

5.1. Teori Pemungutan Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH

Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:

·         Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.

6.      Tarif Pemungutan PPh pasal 22 diatur sebagai berikut :
a.      Atas impor
·         Menggunakan angka pengenal import (API) 2,5% dari nilai import.
·         Tidak menggunakn API 7,5% dari nilai import.
·         Yang tidak dikuasai tarif pemungutan 7,5% dari harga jual lelang.
b.      Atas pembelian barang yang dibiayai oleh APBN atau APBD, tarif pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian
c.       atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha baik yang dananya
 bersumber dari APBN atau non APBN tarifnya sebesar 1,5% dari harga pembelian.
d.      tas penjualan hasil produksi atau penjualan barang yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dibidang usaha tertentu:
·         industri semen 0,25% dari (DPP) PPN
·         industri rokok 0,15% dari harga bandrol
·         industri kertas 0,1% dari (DPP) PPN
·         industri otomotif 0,45% dari (DPP) PPN
·         industri baja 0,3% dari (DPP) PPN
·         pertamina dan badan usaha selain pertamina yang bergerak dibidang bahan baker jenis premix, yaitu:
§  SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina
§  Solar 0,3% x penjualan 0,25% x penjualan
§  Premix/super TT 0,3% x penjualan 0,25% x penjualan
§  Minyak tanah - 0,3% x penjualan
§  Gas elpiji - 0,3% x penjualan
§  Pelumas - 0,3% x penjualan


Tugas 4 bahasa indonesia 2

Nama : Dessy Lestari
Kelas : 3EB09
NPM. : 21210848 



Definisi

 
1.1.   Definisi pajak

pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

1.2.   Definisi pajak menurut para ahli

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

2. Unsur Pajak

Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.

Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.

Pemungutan pajak dapat dipaksakan.

3. Jenis Pajak

Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis.

3.1.   PPajak Penghasilan

Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009

Bea Materai

UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

Bea Masuk

UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan

Cukai

UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai

ajak Negara

 

3.2.   Pajak Daerah

Pajak Provinsi terdiri dari:

Pajak Kendaraan Bermotor;

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

Pajak Air Permukaan; dan

Pajak Rokok.

Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:

Pajak Hotel;

Pajak Restoran;

Pajak Hiburan;

Pajak Reklame;

Pajak Penerangan Jalan;

 

 4. Undang-undang Pepajakan Negara

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

stdd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan

stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai

stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

 

5. Fungsi Pajak

5.1.   Fungsi Anggaran ( budgetair )

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara

5.2.   Fungsi Mengatur ( regulerend )

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.

5.3.   Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

5.4.   Fungsi Redistribusi Perpajakan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

6. Syarat Pemungutan Pajak

 

7. Asas Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak harus adil

Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus efesien

Sistem pemungutan pajak harus sederhana

7.1 Asas Pemungutan Pajak Menurut Para Ahli

1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims“, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.

Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

 

 

7.2 Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang.

8. Teori Pemungutan

 

 

8.1 Teori Pemungutan Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH

Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:

Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.

 

9. Penerimaan Pajak di Indonesia

Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp362 triliun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37 triliun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas